Bapak divonis menderita multiple organ dysfunctions atau sering dikenal juga sebagai multiple organ failure (gagal organ). Pada awalnya organ jantung yang terlebih dahulu diserang, sehingga Bapak harus dibawa ke RSUP Fatmawati, Pondok Labu. Setelah sedikit membaik, giliran organ paru-paru yang terserang pneumonia yang juga mengharuskan bapak untuk dirawat. Kemudian menyusul organ-organ lain yang terserang seperti prostat, hati, lambung, hingga yang terakhir ginjal. Gagal ginjal mengharuskan bapak untuk menjalani cuci darah/hemodialisa karena racun-racun yang tidak dapat disaring oleh ginjal yang sudah rusak tetap harus dikeluarkan dari tubuh agar metabolisme tetap berjalan dengan baik. Meskipun pada awalnya bapak menolak, akhirnya berkat keinginan beliau untuk hidup lebih lama lagi setidaknya hingga anak tertuanya (yaitu saya sendiri) diwisuda, beliau mau untuk dioperasi pemasangan alat permanen untuk hemodialisa. Namun tak lama setelah menjalani operasi dan cuci darah, kondisi tubuh bapak justru menurun. Gagal nafas, serangan jantung, dan kadar ureum-kreatinin yang tinggi membuat bapak harus kembali terbaring di bangsal rumah sakit. Hingga pada akhirnya hari Kamis, 11 Oktober 2012 bapak tidak sadarkan diri dan dinyatakan koma. Beliau pun harus dipasangkan ventilator untuk membantu pernafasannya dan dipompa manual karena denyut jantungnya melemah. Kondisi itu tentu sangat mengkhawatirkan bagi keluarga kami. Saya yang melihatnya hanya bisa pasrah oleh tindakan medis yang dilakukan oleh dokter dan perawat. Terbersit rasa tidak tega di pikiran saya melihat ayah yang saya cintai dan sayangi terlihat begitu tidak berdaya. Saya juga sempat menyesal tidak menemuinya untuk yang terakhir kalinya saat ia sadar. Padahal ia selalu mencari-cari saya untuk sekedar berbicara mengenai penyakit yang dideritanya. Namun apa daya, iniliah takdir Tuhan.
Saya sangat sedih melihat kondisi bapak yang tidak sadarkan diri. Tidak pernah saya tidak menangis apabila melihatnya kesakitan seperti itu. Karena bapak dinyatakan sulit untuk sadarkan diri dengan kondisi organ yang hampir seluruhnya malfungsi, kami sekeluarga akhirnya sepakat untuk membawa pulang bapak seperti keinginannya saat masih sadar. Kami juga tidak tega melihat bapak terus kesakitan seperti itu dan hidup hanyaz karena dibantu oleh alat.
Kemudian Sabtu 13 Oktober 2012 pukul 15.30 WIB, bapak akhirnya kami bawa pulang menggunakan ambulans gawat darurat. Setelah sampai rumah, bapak kami baringkan di kasur, sementara seluruh kerabat telah hadir dan siap untuk segala kemungkinan. Setelah semua alat dilepas, termasuk alat bantu nafas, keluarga mulai mendoakan bapak. Nenek saya membacakan surat Yaasiin, ibu saya menuntun bapak membacakan dua kalimat syahadat, sementara kami anak-anaknya tak henti-hentinya berdoa demi keselamatan bapak. Akhirnya, setelah ibu saya selesai menuntun bapak membacakan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali, bapak menghembuskan nafas terakhirnya dan dijemput malaikat Izrail untuk menghadap Allah Azza Wajala. Innalillaahi wainna ilaihi raajiuun.
Tangis histeris kemudian memenuhi rumah duka. Semua yang hadir merasakan kehilangan dan kesedihan yang amat sangat, termasuk saya. Namun saya sadar bahwa yang dibutuhkan bapak saat ini hanyalah doa. Sementara kesedihan masih belum surut, para pelayat pentakziah datang berbondong-bondong menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya dan turut mendoakan almarhum. Rombongan pentakziah terus menerus datang hingga jenazah selesai dimandikan dan dikafani untuk dikebumikan keesokan harinya.
Sekitar pukul 09.00 WIB jenazah diusung ke masjid untuk disholatkan. Kemudian setelah disholatkan, jenazah dibawa menuju tempat pemakaman umum Kampung Pulo dimana buyut saya juga dimakamkan. Setelah sampai, pemakaman jenazah langsung disiapkan. Saya terus mengusung keranda jenazah bapak. Ternyata liang kubur bapak tepat di sebelah buyut saya meskipun kami semua tidak pernah merencanakan, mungkin Allah yang memang berencana untuk hal itu. Saya turut memasuki liang lahat, menempatkan jenazah bapak di tempat peristirahatan terakhirnya di dunia ini. Kemudian saya azan dan iqomat tepat di atas kepala bapak. Sungguh suatu hal yang menggiriskan bahwa azan pertama saya dilakukan di liang kubur bapak. Keluarga pun berusaha untuk saling menguatkan, mengetahui bapak telah tiada dan dikebumikan tepat di depan mata. Setelah selesai, tak kuasa saya menahan tangis. Teman-teman yang hadir berusaha menguatkan. Dan akhirnya doa kami mengiringi arwah bapak agar mampu menjawab pertanyaan para malaikat kubur dan diterima di tempat terindah di sisi-Nya. Aamiin.
Meskipun kesedihan masih menyelimuti kami sekeluarga, kami harus merelakan dan mengikhlaskan kepergian bapak untuk menghadap Allah SWT. Kami harus kuat, harus tetap melanjutkan hidup. Bapak meninggalkan tanggung jawab yang besar bagi saya selaku kepala keluarga untuk dapat menjaga ibu, adik-adik, serta keutuhan dan kehormatan keluarga.
Bapak, Abi sayang sama Bapak. Maafkan Abi untuk semua kesalahan Abi ya Pak. Abi, Mama, Ibnul, Fadel, keluarga dan teman-teman akan selalu mendoakan yang terbaik bagi bapak di kehidupan nanti. Bapak gak perlu khawatir. Bapak pasti sudah tenang di sana ya Pak. Cepat atau lambat kami semua pasti akan menyusul bapak dipanggil menghadap Ilahi.
"Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan."
Q.S. Yaasiin: 83
Terharu membacanya ='( saya bisa membayangkan setiap detik-detik terakhir yang kamu lalui sama Bapak...
ReplyDeleteSetiap ada teman saya yang kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya, saya selalu terbersit satu pikiran, kapan orang tua saya menyusul... sudah apa ya saya buat mereka...
Sayang sekali bapak mu belum sempat melihat mu wisuda dengan nilai terbaik di UI, tapi selama ini saya yakin kamu sudah membahagiakan bapak dengan segala prestasi kamu dan nilai, dan perilaku, dan teman-teman mu di kampus..
Semua orang pun pasti sependapat dengan saya; kamu anak baik yang pintar, dan membuat bangga keluarga
Terima kasih Mas Abas.. :) Alhamdulillah, semoga bapak mmg bangga sama saya. Mohon doanya ya.. :))
ReplyDelete