Google Ghifari's Sketchbook - Learn Share Inspire Ghifari's Sketchbook - Learn Share Inspire

Widgets

Widgets

Menjelaskan Cinta Secara Biokimia (Bagian Kedua)


  14 Februari merupakan hari yang diperingati banyak orang sebagai “Valentine’s Day” atau hari Valentine yang sering dikaitkan dengan cinta dan kasih sayang. 14 Februari lebih sering dirayakan oleh mereka yang berpasangan dan sedang dimabuk asmara. Namun apa itu cinta? Cinta seringkali dikaitkan dengan istilah chemistry. Ya, chemistry dengan arti harfiah “kimia”. Ternyata pernyataan ini tidak sepenuhnya salah karena beberapa senyawa kimia tertentu memang berperan dalam proses terbentuknya perasaan ini. Begitu pula yang terjadi di antara pasangan yang mengalami cinta yang romantis, tidak luput dari pengaruh berbagai senyawa kimia di dalam tubuh, terutama di dalam otak. Setelah artikel sebelumnya membahas mengenai love at first sight serta maternal love & unconditional love, berikut adalah bentuk perasaan cinta lainnya yang dapat dijelaskan secara ilmiah.

Romantic Love (Cinta Romantis)
  “Cinta yang romantis adalah candu,” terang Helen E. Fisher, seorang antropolog biologis Rutgers University. Menurutnya, sistem otak untuk cinta yang romantis telah berevolusi sejak jutaan tahun silam dimana leluhur kita untuk memfokuskan energi mereka pada kecocokan dengan orang lain pada suatu waktu tertentu. Karena hal inilah mungkin sebagian besar orang merasa sakit ketika ditolak cintanya. Fisher juga menerangkan bahwa sistem otak tersebut kemungkinan bertujuan agar seseorang mendapat kembali cintanya karena energinya fokus tercurahkan untuk hal tersebut.

  Sistem otak yang bertanggungjawab terhadap perasaan tersebut adalah dopaminergic subcortical system, nama ini pertama kali diperkenalkan oleh Stephanie Ortigue dari Syracuse University. Sistem ini dapat aktif apabila terdapat pengaruh senyawa kimia penyebab euphoria semisal kokain. Ternyata, sistem ini juga diketahui menjadi aktif secara signifikan apabila seseorang mengalami cinta yang romantis. Ortigue juga menerangkan bahwa sistem ini dapat memotivasi seseorang untuk mendapatkan cinta yang diinginkannya. Melalui penjelasan ini terlihat nyata bahwa ternyata cinta memang tidak hanya urusan hati tetapi juga dipengaruhi oleh otak.

 Broken Heart (Patah Hati)
  Telah dijelaskan sebelumnya bahwa cinta yang romantis memang dipengaruhi oleh sistem pada otak yang disebut dopaminergic subcortical system. Sistem ini memfokuskan energi kita untuk mendapatkan cinta yang kita inginkan. Namun pada kenyataannya tidak semua hal terjadi sesuai dengan yang kita inginkan, termasuk dalam hal cinta. Kemungkinan yang terjadi bisa saja berupa penolakan dan pemutusan hubungan yang berakhir dengan perasaan “patah hati”.

   Studi mengenai aktivitas otak dari orang yang mengalami patah hati dilakukan oleh Helen E. Fisher dan timnya dari Rutgers University. Fisher dan timnya memindai 15 otak partisipan yang berusia setara, yakni duduk di bangku kuliah, 10 wanita dan 5 pria. Semua memiliki pengalaman sedang putus cinta tapi masih mencintai mantannya. Rata-rata hubungan percintaan mereka adalah 2 tahun, dan sudah putus sekitar 2 bulan. Partisipan juga mengatakan bahwa mereka menghabiskan lebih dari 85 persen waktu terjaga mereka untuk memikirkan kenapa mereka ditolak pasangannya.

   Pada eksperimen tersebut, partisipan diminta memandang foto mantan kekasihnya dan mereka juga ditanyai mengenai semua kenangan yang dialami bersamanya. Mereka juga diminta memandang foto anggota keluarga dan orang-orang terdekatnya. Beberapa fakta yang terungkap adalah sebagai berikut:
  • Memandang foto mantan menstimulasi bagian otak bernama ventral tegmental area yang terlibat dalam motivasi dan perasaan dihargai. Studi sebelumnya juga menyatakan bahwa bagian ini juga menjadi aktif ketika seseorang sedang jatuh cinta. Ini cukup masuk akal, sebab baik dalam keadaan sedih atau senang, saat kita mencintai seseorang maka kita akan tetap mencintainya.
  • Bagian otak bernama nucleus accumbens dan orbitofrontal/prefrontal cortex juga ikut aktif. Ini adalah bagian otak yang berhubungan dengan kecanduan intens seperti pada kokain dan rokok.
  • Terjadi pula peningkatan aktivitas di bagian otak bernama insular cortex dan anterior cingulated, bagian yang terkait dengan rasa sakit dan rasa susah.
  Kabar baik dari para peneliti bagi orang yang sedang patah hati adalah: waktu yang akan menyembuhkan. Hal ini bukanlah pepatah kuno belaka, namun memang terbukti lewat studi. Seiring berjalannya waktu, aktivitas pada bagian-bagian otak tersebut perlahan-lahan menurun yang menunjukkan berkurangnya perasaan patah hati.

  Waktu memang dapat menyembuhkan patah hati. Namun obat terbaik sepertinya membiarkan diri kita berada dalam perasaan cinta itu kembali, atau dengan kata lain: jatuh cinta lagi!! :D

Diolah dari berbagai sumber
Sumber gambar: http://cdnimg.visualizeus.com dan http://bindlestiffs.com

Anda sedang membaca artikel Menjelaskan Cinta Secara Biokimia (Bagian Kedua) yang dibuat oleh Abi Sofyan Ghifari dengan URL berikut http://abi-ghifari.blogspot.com/2013/04/menjelaskan-cinta-secara-biokimia_19.html, apabila Anda ingin menggunakan artikel ini sebagai sumber, mohon sertakan link Menjelaskan Cinta Secara Biokimia (Bagian Kedua) beserta nama penulis untuk menghargai Hak Cipta penulis dan menghindari plagiarisme. Terima kasih telah berkunjung :)

No comments:

Post a Comment

Thanks for visiting and please leave your comments!! :D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...