Ilustrasi: Tony Stark a.k.a Iron Man adalah seorang technopreneur.
Sumber gambar: http://rubenlicera.com/
Saya tak meragukan bahwa sebagian besar dari Anda mengenal sosok di atas. Robert Downey Jr menempatkan dirinya sebagai salah satu artis Hollywood paling terkenal di dunia setelah memerankan Tony Stark sekaligus Iron Man dalam film trilogi Iron Man dan The Avenger. Lalu apa hubungan Iron Man dengan judul artikel ini? Saya yakin Anda dapat menebaknya. Ya, Tony Stark sebagai pemilik Stark Industries dalam film tersebut adalah salah satu contoh seorang technopreneur.
Apa yang pertama kali terlintas di benak Anda ketika mendengar atau membaca istilah "technopreneur" dan "technopreneurship"? Bagi Anda yang belum familiar dengan istilah kewirausahaan atau entrepreneurship mungkin akan bertanya-tanya. Tetapi bagi Anda yang cukup familiar atau setidaknya pernah mendengar istilah tersebut, saya yakin Anda dapat menduga apa yang dimaksud dengan technopreneur dan technopreneurship.
Apa yang pertama kali terlintas di benak Anda ketika mendengar atau membaca istilah "technopreneur" dan "technopreneurship"? Bagi Anda yang belum familiar dengan istilah kewirausahaan atau entrepreneurship mungkin akan bertanya-tanya. Tetapi bagi Anda yang cukup familiar atau setidaknya pernah mendengar istilah tersebut, saya yakin Anda dapat menduga apa yang dimaksud dengan technopreneur dan technopreneurship.
Ya, seperti namanya technopreneur memang merupakan gabungan dua kata dalam bahasa Inggris, yaitu technology dan entrepreneur. Istilah ini secara harfiah berarti wirausahawan yang menggunakan teknologi tidak hanya sebagai basis produk tetapi juga terintegrasi dan menjadi elemen kunci dalam berbagai aspek bisnisnya untuk meningkatkan performa produk dan layanan. Mungkin contoh yang cukup tepat untuk menggambarkan technopreneur dan technopreneurship saat ini adalah perusahaan-perusahaan teknologi global berikut: Microsoft, Apple, Google, Facebook, Amazon, dan Twitter. Siapa yang tidak kenal mereka saat ini? Mereka merajai produk teknologi komputer dan internet dunia serta dirintis dari nol oleh para pendiri yang memiliki visi jauh ke depan dengan memutuskan menjadi seorang technopreneur.
Definisi di atas juga mungkin cukup relevan dengan ilustrasi di awal artikel ini yang menampilkan sang superhero favorit dekade ini, Tony Stark atau Iron Man yang memiliki bisnis pengembangan teknologi baju pelindung, senjata, energi, dan lainnya pada film tersebut. Iron Man dapat menjadi contoh yang cukup representatif sebagai technopreneur, meski technopreneur tentu tak harus seperti Iron Man.. :)
Definisi di atas juga mungkin cukup relevan dengan ilustrasi di awal artikel ini yang menampilkan sang superhero favorit dekade ini, Tony Stark atau Iron Man yang memiliki bisnis pengembangan teknologi baju pelindung, senjata, energi, dan lainnya pada film tersebut. Iron Man dapat menjadi contoh yang cukup representatif sebagai technopreneur, meski technopreneur tentu tak harus seperti Iron Man.. :)
Apabila technopreneur merupakan orang atau pribadi yang melakukan kewirausahaan, maka tentu technopreneurship merupakan
segala hal yang berkaitan dengan kewirausahaan berbasis teknologi, baik
itu proses, sistem, pihak yang terlibat, produk, konsumen, pelayanan,
peraturan, media promosi, hingga faktor-faktor lain yang diperlukan pada
kewirausahaan berbasis teknologi. Selain technopreneur beberapa istilah lain yang termasuk ke dalam kategori wirausahawan yang lebih spesifik antara lain adalah creativepreneur (wirausahawan kreatif) dan sociopreneur (wirausahawan sosial).
Istilah technopreneur
sendiri cukup menjadi sorotan utama pada dekade ini, meski telah
diperkenalkan sejak tahun 1987. Di tengah kebutuhan masyarakat Indonesia
yang mendesak akan lahirnya para wirausahawan (entrepreneur)
baru yang mampu menciptakan lapangan kerja, serta perkembangan pesat
dunia teknologi informasi dan komunikasi, menjadikan pemahaman mengenai
pentingnya teknologi sebagai aspek krusial dalam bisnis oleh para entrepreneur baru
sangat diperlukan. Bagaimana tidak, teknologi komunikasi dan informasi
yang berkembang pesat saat ini seperti ponsel cerdas (smartphone), gadget,
serta internet yang dapat diakses secara bebas dimanapun dan kapanpun
memungkinkan kita mengakses beragam informasi dari seluruh dunia secara real-time. Fakta ini tentu juga dapat dimanfaatkan menjadi keuntungan besar oleh para entrepreneur
muda untuk mempromosikan dan mengembangkan bisnis mereka secara mudah,
cepat, dan tidak memakan banyak biaya yang tentu sangat diperlukan para entreprenur
yang tengah merintis bisnis. Hal ini kemudian berpotensi meningkatkan
taraf hidup masyarakat dan juga perekonomian bangsa yang merupakan
cita-cita kita bersama sebagai bangsa Indonesia.
Anda mungkin memiliki definisi, opini, deskripsi, maupun pengalaman
tersendiri mengenai technopreneur. Saya pun mengalami hal yang serupa,
sehingga pada artikel ini saya tidak akan membahas beragam hal mengenai
technopreneur dari apa yang tertulis di dalam kamus, ensiklopedia,
teori-teori, buku, maupun jurnal ilmiah, tetapi saya akan mengulas
technopreneur berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya. Semoga saya dan Anda dapat berbagi
pengalaman dan pendapat seputar dunia technopreneur sehingga dapat saling
menambah wawasan, memperkaya ilmu, dan menjadi masyarakat Indonesia yang
paham dalam menggunakan dan membangun teknologi serta menjadi seorang technopreneur dan membangun Indonesia di masa depan.. :)
Perkenalan saya dengan istilah technopreneur bermula saat melihat publikasi suatu event seminar dan workshop mengenai technopreneur di kampus saya, Universitas
Indonesia. Seminar dan workshop pertama di UI yang membahas mengenai technopreneurship tersebut diselenggarakan langsung oleh Direktorat Kemitraan dan Inkubator Bisnis UI bekerja sama dengan Wira Muda UI, suatu organisasi kemahasiswaan yang fokus di bidang entrepreneurship mahasiswa. Acara tersebut dipublikasikan secara masif via media jejaring sosial
Twitter dan Facebook dan begitu saya melihat tweet mengenai acara tersebut tanpa ragu lagi saya langsung mendaftar. Acara itu ternyata memang ditujukan untuk mahasiswa dari rumpun ilmu sains dan teknologi yaitu Fakultas MIPA, Fakultas Teknik, dan Fakultas Ilmu Komputer serta dirancang untuk memberikan pemahaman lebih mengenai technopreneurship yang dapat dikembangkan oleh para mahasiswa dari rumpun ini.
Sesi seminar berlangsung dengan sangat menarik, atraktif, interaktif dan dapat membuat saya memahami lebih jauh mengenai technopreneurship. Para pembicara adalah technopreneur yang merupakan pionir dan
mumpuni di bidangnya masing-masing sehingga kami dapat mendengar secara
langsung bagaimana pengalaman mereka saat awal merintis usaha tersebut
hingga menjadi besar dan terkenal seperti sekarang ini. Technopreneurship ternyata tidak hanya mengenai basis teknologi yang kuat sebagai produk yang saat ini sedang sangat berkembang pesat, tetapi juga mengenai penggunaan teknologi terkini dalam beragam aspek kewirausahaan untuk meningkatkan performa bisnis. Penggunaan teknologi tersebut antara lain adalah untuk desain produk yang inovatif dan solutif, perancangan harga, pembuatan website atau blog yang efektif, strategi promosi dan pemasaran, maksimalisasi penggunaan social media, manajemen waktu dan SDM, hingga perancangan proposal dan presentasi.
Untungnya saya tidak terlalu asing dengan bahasan yang mengarah kepada entrepreneurship tersebut.
Hal itu dikarenakan saya pernah mengambil mata kuliah pilihan Manajemen
dan Kewirausahaan saat di tingkat pertama kuliah. Ya, meskipun saya
kuliah di jurusan kimia, faktanya mata kuliah tersebut merupakan mata
kuliah pilihan luar bidang dengan peminat paling banyak karena paling
menarik dan menambah wawasan kewirausahaan. Dosen saya saat itu juga
seorang technopreneur yang bergerak di bisnis pendidikan sains
dan teknologi untuk anak usia dini hingga sekolah dasar. Saya pun
memiliki pengalaman menarik saat mengikuti kuliah ini yaitu di saat business plan saya menjadi juara di antara peserta kuliah lainnya. Ternyata, ide saya saat itu untuk membuat distro (distribution store) yang menyediakan pakaian bertema sains dan teknologi dianggap paling menarik dan dapat direalisasikan dengan baik.
Hari selanjutnya berlanjut ke sesi workshop yang menurut saya sangat interaktif dan inspiratif. Kami diminta untuk membuat focus group yang berisi lima orang minimal dari tiga fakultas berbeda (karena hanya tiga fakultas yang diperbolehkan mengikuti acara tersebut). Kemudian kami diminta untuk membuat suatu desain produk beserta rancangan harga, strategi pemasaran, struktur organisasi, hingga simulasi presentasi di depan investor. Sangat menarik, hal ini belum pernah saya alami sebelumnya jadi merupakan pembelajaran yang baik bagi saya dan seluruh peserta workshop.
Saya dan keempat orang teman kelompok saya (satu dari FMIPA, satu dari FT, dan dua dari Fasilkom) sepakat untuk berbisnis aplikasi mobile game yang dapat diunduh dari berbagai smartphone seperti Android, BlackBerry, dan iPhone. Game tersebut kami rancang juga untuk memperkenalkan dongeng, fabel, dan legenda dari Indonesia yang sebenarnya banyak mengandung nilai-nilai moral yang baik tetapi saat ini sudah dilupakan oleh kebanyakan anak-anak Indonesia yang sudah telalu fokus pada gadget yang mereka miliki. Berangkat dari permasalahan itulah kami memiliki ide untuk menghadirkan game ini. Game yang tidak hanya seru dan interaktif, tetapi juga edukatif. Saya pun bertindak sebagai presenter yang memperkenalkan produk kami pada "calon investor" pada saat simulasi berlangsung. Meski tidak keluar sebagai pemenang, kelompok kami termasuk salah satu kelompok favorit dengan "dana investasi" terbanyak. Betapa sangat berharganya pengalaman saya saat itu.
Saya dan keempat orang teman kelompok saya (satu dari FMIPA, satu dari FT, dan dua dari Fasilkom) sepakat untuk berbisnis aplikasi mobile game yang dapat diunduh dari berbagai smartphone seperti Android, BlackBerry, dan iPhone. Game tersebut kami rancang juga untuk memperkenalkan dongeng, fabel, dan legenda dari Indonesia yang sebenarnya banyak mengandung nilai-nilai moral yang baik tetapi saat ini sudah dilupakan oleh kebanyakan anak-anak Indonesia yang sudah telalu fokus pada gadget yang mereka miliki. Berangkat dari permasalahan itulah kami memiliki ide untuk menghadirkan game ini. Game yang tidak hanya seru dan interaktif, tetapi juga edukatif. Saya pun bertindak sebagai presenter yang memperkenalkan produk kami pada "calon investor" pada saat simulasi berlangsung. Meski tidak keluar sebagai pemenang, kelompok kami termasuk salah satu kelompok favorit dengan "dana investasi" terbanyak. Betapa sangat berharganya pengalaman saya saat itu.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman saya mengenai technopreneur tersebut, saya dapat menarik dan merangkum beberapa pelajaran yang mungkin berguna bagi saya dan Anda yang ingin, sedang, atau bahkan telah merintis usaha sebagai seorang technopreneur. Semoga hal-hal ini dapat menginspirasi kita semua.. :)
Hampir seluruh produk berbasis teknologi yang sangat terkenal dan banyak dibeli saat ini adalah yang berangkat dari kebutuhan masyarakat. Mobil, motor, telepon seluler, televisi, internet, provider seluler, social media, beragam produk elektronik, hingga beragam gadget berawal dari kebutuhan masyarakat akan kemudahan bertransportasi, berkomunikasi, dan bersosialisasi serta gaya hidup. Jika ingin menjadi seorang technopreneur berangkatlah dari kebutuhan dan permasalahan masyarakat sehingga kita dapat memiliki ide atau gagasan tertentu untuk memberikan solusi melalui teknologi yang dapat kita kembangkan menjadi suatu business core. Hal ini pun menjadikan produk kita diminati masyarakat sehingga kita dapat terus mengembangkannya menjadi lebih baik lagi.
# Perkaya diri dengan ide dan inspirasi
Di era yang sangat kompetitif ini, kita diharuskan memiliki ide yang brilian untuk memulai bisnis dan mempertahankannya. Produk yang kita hasilkan tidak perlu baru, tetapi harus inovatif dengan memodifikasi sesuatu yang sudah ada dan menjadikan fungsinya jauh lebih baik atau beragam. Ide dan inspirasi memang terkadang dapat datang dengan sendirinya, namun cara terbaik adalah dengan mendatangkan ide dan inspirasi itu sendiri. Bagaimana caranya? Tentu sangat mudah. Perkaya wawasan dengan membaca, mengikuti seminar atau workshop mengenai technopreneurship, atau berbincang dengan para technopreneur secara langsung. Hal-hal tersebut kita sadari atau tidak akan menimbulkan suatu ide orisinal yang dapat kita kembangkan sebagai bisnis kita sendiri.
# Rencanakan dengan matang akan tetapi lakukan dengan cepat
Seorang technopreneur harus mampu menganalisis pasar, mendesain suatu produk, membuat strategi pemasaran, menentukan harga dan target pasar, menyusun struktur organisasi, serta memegang tanggung jawab terhadap seluruh proses bisnis. Kemampuan itulah yang harus dimiliki entrepreneur secara umum dalam membuat suatu rancangan bisnis (business plan). Tetapi tentu rencana itu tidak akan menjadi kenyataan apabila tidak diwujudkan. Jadi, mulailah secepatnya atau bahkan sekarang juga. Mulailah dari hal-hal yang mudah dan sederhana seperti mencari inspirasi, mendesain produk atau membuat strategi promosi.
# Tambahkan value pada produk
Produk yang kita hasilkan bisa saja sama persis dengan wirausahawan lain. Tetapi ada satu hal yang membuat suatu produk tertentu lebih disukai dan lebih laris dibandingkan produk lainnya yang serupa, yaitu nilai (value). Value yang kita dapat tambahkan kepada produk kita tentunya beragam dan sesuai dengan inovasi dan kreativitas masing-masing technopreneur. Perlu diingat, value yang dijelaskan di sini bukanlah mengenai harga (price) melainkan suatu nilai tambah. Sebagai contoh kita dapat menambahkan suatu value pendidikan sains dan teknologi pada mobile games yang kita kembangkan dan kita jual di beragam application store. Hal tersebut tentu akan menambah nilai jual produk, terutama kepada masyarakat yang menginginkan game yang tidak hanya sekedar menghibur tetapi juga edukatif.
Tentu ada sangat banyak pelajaran yang bisa saya bagi dari beragam pengalaman menarik saya seputar dunia technopreneurship. Tetapi untuk saat ini saya rasa beberapa hal yang sudah saya rangkum dalam artikel ini mampu mewakili kiat-kiat yang dapat saya dan Anda implementasikan demi meraih impian dan cita-cita menjadi seorang technopreneur. Sungguh banyak hal yang dapat kita raih dengan menjadi technopreneur. Tidak hanya untuk kepuasan atau meraih kesuksesan pribadi kita semata. Tetapi dengan menjadi seorang entrepreneur kita juga turut berkontribusi meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia dengan menghasilkan lapangan pekerjaan dan membangun perekonomian sekaligus teknologi Indonesia.
Menjadi technopreneur membangun Indonesia!!
Tulisan ini berhasil menjadi juara ketiga dalam Blog Competition Technopreneurship: "Write Your Idea to Build Technopreneurship for Indonesia" 2013 yang diselenggarakan oleh Master of Business Administration (MBA) Institut Teknologi Bandung (ITB).
Personal Identity
Name : Abi Sofyan Ghifari
Email : abi.ghifari@gmail.com
Statement of Disclaimer:
"I hereby declare that my article entitled "Menjadi Technopreneur Membangun Indonesia" is a work of its own and has not been submitted in any form to any competition or social media posting. Sources of information derived or quoted from published and unpublished works from the other authors mentioned in the text. If I am caught doing plagiarism or any other cheating attempt. I am ready for the consequences, as my winning rights are revoked."
Jakarta, April 2013