Google Ghifari's Sketchbook - Learn Share Inspire

Implementasi Ibadah dan Muamalah dalam Kehidupan Sosial Manusia


   Mendengar kata ibadah,pikiran kita tentu langsung tertuju pada hal-hal seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Ibadah seperti ini merupakan manifestasi dari keyakinan (aqidah) kita kepada kekuasaan Allah SWT, sehingga ibadah ini dapat juga dikatakan sebagai suatu hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya, Allah SWT atau hablum minallah. Secara harfiah, kata ibadah dapat berarti menyembah atau beramal baik. Secara istilah, ibadah dapat diartikan sebagai beramal baik kepada Allah SWT dan kepada seluruh makhluk-Nya agar memperoleh ridho dari Allah SWT. Allah SWT berfirman : “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” Firman Allah tersebut menyatakan bahwa seluruh umat manusia wajib beribadah kepada-Nya. Allah SWT telah menetapkan bentuk-bentuk ibadah yang bermacam-macam kepada manusia. Hal ini dimaksudkan agar manusia tidak merasa jemu dalam menunaikan ibadah dan dalam pembagiannya terdapat penyucian bagi sisi-sisi yang beraneka macam dan sudut-sudut yang berbeda dari tabiat kemanusiaan dan sesuai dengan segala perangai dan tingkatan yang ada di dalamnya. Ibadah merupakan manifestasi atau perwujudan langsung dari pengamalan aqidah, syariat, dan akhlak.

   Namun, ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada manusia tidak hanya mengenai ibadah kepada-Nya dengan selalu beramal kepada Allah SWT, menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya, tetapi juga beribadah dengan jalan beramal baik kepada sesama manusia. Hal inilah yang selanjutnya kita kenal sebagai muamalat atau muamalah. Istilah muamalah mengacu kepada suatu ibadah dengan cara berbuat dan beramal baik sesama manusia lewat berbagai macam cara. Istilah ini sangat berkaitan erat dengan hablum minannaas, yaitu menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.

   Manusia ditetapkan oleh Allah SWT sebagai makhluk paling mulia dan diutus ke muka Bumi sebagai pemimpin atau khalifah dan menjadi rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi alam semesta. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lainnya. Untuk itu, Allah telah menetapkan amal-amal yang harus dikerjakan manusia untuk manusia lainnya, dan memang sudah menjadi kodrat manusia untuk selalu berbuat dan berakhlak baik kepada dirinya sendiri maupun manusia lainnya. Contoh muamalah sangat lekat dalam kehidupan sehari-hari, bahkan pada saat kita menunaikan ibadah yang bersifat hablum minallah, seperti shalat. Pada saat kita memulai ibadah shalat, melakukan takbiratul ihram, kita melafadzkan takbir “Allahu Akbar”, Allah Maha Besar, suatu ucapan yang mengagungkan dan membesarkan nama Allah SWT, sehingga hal ini termasuk ibadah hablum minallah. Sedangkan ketika mengakhiri shalat kita mengucapkan salam “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”, semoga kamu selamat, rahmat, serta berkah Allah selalu menyertaimu. Ucapan ini dapat diklasifikasikan sebagai ucapan ibadah kepada sesama manusia karena salam tersebut ditujukan kepada sesama muslim. Dalam rukun Islam juga terdapat ibadah zakat yang harus ditunaikan oleh seluruh umat Muslim yang mampu. Ibadah ini Allah tetapkan sebagai wujud keharusan kepada manusia agar memiliki kepedulian sosial terhadap manusia lainnya. Selain itu, Islam juga mengenal sistem ekonomi yang berlandaskan syariat Islam yang mengharamkan riba’ sehingga tidak membebani orang-orang yang kurang mampu, sistem ekonomi ini dikenal dengan sebutan sistem ekonomi syariah atau sistem ekonomi muamalah. Contoh-contoh memperlihatkan bahwa ibadah muamalah tak dapat dilepaskan dan dipisahkan dari keseharian umat manusi

   Allah SWT telah menetapkan dan mengatur hubungan baik sesama manusia dan secara kodrati, manusia memang memiliki hasrat dan keinginan untuk berbuat baik di antara mereka dan bersama-sama menuju suatu tujuan bersama. Hal inilah yang kemudian mendasari terbentuknya masyarakat. Secara sosial, manusia-manusia sebagai anggota masyarakat akan memiliki peranan, tugas, dan kewajibannya masing-masing bergantung kepada kapasitas anggota masyarakat tersebut. Peranan perseorangan dalam mewujudkan kewajibannya di dalam masyarakat merupakan cerminan amal ibadah seseorang terhadap masyarakat atau manusia lainnya. Dengan kata lain, dengan menunaikan kewajibannya di masyarakat, seseorang telah beribadah muamalah.

   Teladan yang sempurna dalam mengamalkan nilai-nilai muamalah dalam ajaran Islam dalam kehidupan sosial adalah Rasulullah Muhammad SAW, yang memang beliau diutus oleh Allah ke muka Bumi sebagai uswatun hasanah, teladan yang baik. Beliau memiliki kecerdasan emosi dan sosial yang tinggi dan sudah sepatutnya menjadi contoh bagi umat Muslim untuk berkehidupan di masyarakat. Sikap jujur, tawaddu’, ramah, pemaaf, dan pemikirannya yang rasional sudah sepatutnya menjadi tolak ukur kita dalam mengamalkan nilai-nilai muamalah ke dalam kehidupan sosial kita sehari-hari.

   Sebagai seorang Muslim sudah sewajibnya kita dapat mengimplementasikan nilai-nilai ibadah muamalah karena hal tersebut merupakan manifestasi langsung dari ruang lingkup ajaran Islam yaitu aqidah, syariah, dan akhlak. Dengan mengimplementasikan nilai-nilai ajaran ibadah muamalah maka kita telah mengamalkan ajaran aqidah mengenai keyakinan kita akan kekuasaan dan keesaan Allah SWT, mengamalkan nilai-nilai hukum Islam yang terdapat dalam syariat, serta mengajarkan kita untuk senantiasa berperilaku dan berakhlak mulia (akhlaqul karimah).


REFERENSI
  • Al-Qusyairi, H. Syarif. 1978. Kamus Akbar Arab-Indonesia Disertai Cara Membacanya. Surabaya: Penerbit Karya Ilmu. Halaman: 296
  • Mahmoud, Abdul Halim. 1984. Menyingkap Rahasia Ibadat dalam Islam. Jakarta: Penerbit SA Alaydrus. Halaman: 36
  • Mubarak, Zakky. 2007. Menjadi Cendekiawan Muslim. Jakarta: Yayasan Ukhuwah Ihsaniyah. Halaman: 26
  • Chodjim, Achmad. 2007. Syekh Siti Jenar: Makrifat dan Makna Kehidupan. Jakarta: Serambi. Halaman: 24
  • Bahreisj, Hussein. 1980. Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Ghazali. Surabaya: Penerbit Al-Ikhlas. Halaman: 40
  • Hamka. 1983. Lembaga Hidup. Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas. Halaman: 9
  • Al-Jada’, Ahmad. 2005. Meneladani Kecerdasan Emosi Nabi. Jakarta: Penerbit Pustaka Inti. Halaman: 155

Read more...

Keutamaan Akhlak dan Tuntunan Islam dalam Menyempurnakan Akhlak


   Islam merupakan agama yang senantiasa mengajarkan para penganutnya menjadi manusia dengan fitrah manusia yang seutuhnya, manusia sebagai makhluk yang paling mulia, manusia sebagai khalifah di muka bumi, serta manusia sebagai rahmat bagi semesta alam. Untuk itu, Islam memiliki aturan-aturan serta tuntunan-tuntunan tersendiri agar para penganutnya dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut. Di dalam Islam telah dikenal ruang lingkup ajaran agama Islam yang terdiri atas tiga struktur utama, yaitu aqidah, syariat, dan akhlaq [1]. Ruang lingkup tersebut yang kemudian menjadi dasar-dasar perbuatan dan perilaku umat Muslim baik mengenai hubungan dengan Allah (hablum minallah) maupun hubungan dengan sesama manusia (hablum minannaas). Berikut akan dibahas mengenai salah satu ruang lingkup Islam yaitu akhlak.

   Secara terminologis akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu akhlak yang mulia atau akhlak yang terpuji (al-akhlakul mahmudah) dan akhlak yang buruk atau akhlak yang tercela (al-ahklakul mazmumah)[2]. Menurut seorang filsuf besar Islam, Imam Al-Ghazali, akhlak merupakan ilmu yang dibentuk oleh syariat Islam di samping mengikuti perkembangan pemikiran dan jalan para Nabi, orang-orang saleh dan syuhada’ serta para ulama Islam yang telah mendapat kasyaf [3]. Selain itu, Ghazali juga memberi pengertian bahwa akhlak dapat disebut juga sebagai ilmu sifat hati dan ilmu rahasia hubungan keagamaan yang kemudian menjadi pedoman akhlaknya orang-orang baik [4].

   Akhlak memiliki keistimewaan tersendiri di dalam ajaran Islam, dimana posisi dan eksistensi akhlak sangat penting dan esensial yang harus dimiliki oleh segenap umat Muslim. Seperti sabda Rasulullah Muhammad SAW, “Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan keluhuran akhlak.” (HR. Malik). Kemudian ketika beliau ditanya mengenai makna agama, beliau menyatakan “bahwa agama adalah akhlak yang baik“[6]. Selain itu keutamaan akhlak yang mulia dalam Islam juga dapat dilihat dari sabda Rasulullah SAW ketika beliau ditanya mengenai kriteria orang yang paling banyak memasuki surga, kemudian beliau menjawab:“Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad) [6]. Keistimewaan-keistimewaan tersebutlah yang seharusnya menjadi cambuk bagi kita untuk senantiasa menyempurnakan akhlak yang mulia, karena tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia.

   Akhlak yang mulia merupakan akhlak yang diridhoi oleh Allah SWT. Tentu saja hal ini tidak bisa didapatkan begitu saja tanpa adanya usaha dari kita sebagai hamba Allah. Memang manusia selalu memiliki kecenderungan untuk berperilaku baik dan berakhlak makrumah seperti kecondongan individu terhadap hikmah (pengetahuan), kecintaan kepada Allah SWT, keinginan untuk mengenal Allah (ma’rifatullah), dan beribadah kepada-Nya selalu ada karena hal itu termasuk naluri (tabiat) dan merupakan fitrah manusia. Menurut pandangan Ghazali, pendidikan akhlak itu penting untuk dilakukan demi mencapai kesempurnaan beribadah kepada Allah SWT dan mencapai akhlak yang mulia. Ghazali mempertimbangkan adanya perubahan-perubahan akhlak pada manusia yang sangat mungkin terjadi. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW: “Perbaikilah akhlakmu.”, yang senantiasa ditunjukkan kepada kaum Muslimin agar terus menerus memperbaiki dan menyempurnakan akhlaknya [7].
   Rasulullah Muhammad SAW juga telah memberikan tuntunan hidup beragama Islam yang paling dasar yang dapat menjadi pendidikan akhlak bagi umat Muslim yaitu Rukun Islam. Rukun Islam yang dikenal saat ini merupakan hadis shahih yang berasal dari Abdullah ibnu Umar dan diriwayatkan oleh beberapa imam hadis, yaitu Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan An-Nasa’i. Hadis tersebut redaksinya adalah sebagai berikut [8].
“Buniya al-islamu ‘ala khams syahadah an la ilaha illa Allah wa anna muhammadan rasulullahi wa iqami al-shalah wa itai al-zakah wa al-hajji wa shawmi ramadhan.”
Islam dibangun atas lima tiang, yaitu: syahadat yang menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu Rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan haji, serta berpuasa pada bulan Ramadhan.

   Rukun Islam sebenarnya adalah landasan hidup kaum Muslimin dalam berperilaku lahiriah yang makrumah, berakhlak mulia. Tetapi, untuk bisa mewujudkan akhlakyang mulia tersebut aplikasi Rukun Islam dalam kehidupan sehari-hai tidak dapat dipisahkan dengan Rukun Iman. Sehingga pada tahap puncaknya, akhlak yang mulia dari individu Muslim merupakan perwujudan dari sikap hidup ihsan.

   Dari uraian di atas, dapat terlihat dengan jelas bahwa Islam merupakan agama yang mengutamakan akhlak yang mengatur hubungan individu Muslim kepada Allah SWT, Sang Pencipta Alam Semesta serta mengatur perilaku terhadap sesama umat Muslim dan kepada sesama manusia dan makhluk Allah SWT. Memiliki akhlak yang mulia memiliki banyak keutamaan dan manfaat, dengan terus-menerus menyempurnakan akhlak, manusia khususnya umat Muslim, dapat menjalani fitrahnya dengan mulia sebagai makhluk yang paling mulia, sebagai khalifah di muka bumi, serta sebagai rahmat bagi semesta alam.


REFERENSI

[1] Zakky Mubarak. Menjadi Cendekiawan Muslim. [Jakarta: Yayasan Ukhuwah Ihsaniyah.2007], hlm: 26
[2] Aribowo. Akhlak. Diambil dari situs http://mediasauna.multiply.com/journal/item/8 diakses pada tanggal
18 Februari 2010.
[3] Dalam Kamus Akbar Arab-Indonesia karangan Syarif Al-Qusyairi, kata kasyaf yang berasal dari kata kasyafa, yaksyifu, kasyafan dapat berarti membukakan atau menampakkan sesuatu. Lebih lanjut dijelaskan dalam buku Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Ghazali karangan Hussein Bahreisj, bahwa kata kasyaf merujuk pada istilah terbukanya tabir rahasia.
[4] Hussein Bahreisj. Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Ghazali. [Surabaya: Penerbit Al-Ikhlas. 1981], hlm: 39
[5] Andrean El-Fachri. Eksistensi Akhlak Dalam Islam. Diambil dari situs http://andreanelfachri.wordpress.com/akhlaq/eksisitensi-akhlak-dalam-islam/ diakses pada tanggal 18 Februari 2010
[6] Aribowo. Akhlak. Diambil dari situs http://mediasauna.multiply.com/journal/item/8 diakses pada tanggal
18 Februari 2010.
[7] Hussein Bahreisj. Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Ghazali. [Surabaya: Penerbit Al-Ikhlas. 1981], hlm: 41
[8] Achmad Chojim. Syekh Siti Jenar: Makrifat dan Makna Kehidupan. [Jakarta: Serambi. 2007], hlm:149

Read more...